Senin, 08 Agustus 2016



LANJUTAN..
 

“Sebenernya… kakak mau ngasih ini”. Ujarnya sembari mengulurkan sebuah amplop berwarna merah terbungkus plastik.
            Nanda menrimanya dengan senang hati. Namun, seketika itu juga Resya berdiri. Menunduk dengan wajah bersedih. Nanda tidak tahu isi amplop ini apa. Ia penasaran. Ia membukanya perlahan. Ternyata isinya sangat mengejutkan. ‘Resya Sahputera Dan Winny Prestywito. 20 April 2015.’. Air matanya tiba tiba saja membasahi pipinya. Tak disangka, penantianya selama ini telah dibayar oleh sebuah pengkhianatan. Orang yang dicintainya seminggu lagi akan menikah dengan orang lain. Hatinya remuk berkeping keeping.
“Kak, ini maksudnya apa?. Ini bukan Resya kakak kan? Ini Resya lain kan?”. Ia ikut bangkit dari duduknya. Resya hanya bisa terdiam pasrah. “Kak, jawab Nanda. Ini bukan Resya kakak kan?. Kak, jangan diam aja. Ini Winny siapa kak?. Kakak nemuin ini di tong sampah kan. KAK!”
Resya masih belum berbalik. Ia tak mampu memandang wajah kekasihnya yang kini lembap oleh air mata.“Maafin Kakak Nan!. Kakak tau kalo akhirnya bakal kayak gini!. Kakak di jodohin sama orang tua kakak. Kakak ka...”
“Dan kakak mau?. Aku salah apa kak? Sampe kakak kayak gini?. Aku kurang apa kak?. Ngomong kak! Biar aku perbaikin.” Potong Nanda.
“Dia lumpuh Nan!. Dia juga punya leukemia yang udah parah!. Hidupnya nggak lama lagi!. Nggak kayak kakak, nggak kayak kamu juga!. Kakak kasihan lihat dia Nan!.”
“Apa aku perlu lumpuh buat dapet perhatian kakak?. Apa aku harus punya penyakit leukemia biar bisa nikah sama kakak?”
Resya berbalik. Menatap wajah kekasihnya itu lekat lekat. Diraihnya kedua tangan Nanda. “Nanda, inget, diantara kita.. nggak bakal ada kata putus. Sampai kapanpun kamu akan tetap jadi milik kakak. Dan sampai kapanpun juga, seorang Resya Sahputera akan tetap menjadi milik Nanda Kamila. Cinta kakak cuma buat kamu. Bukan buat orang lain. Bahkan seorang Winny Prestywito”
“Jadi.. kakak.. nikah karna kasihan?”. Resya mengangguk. “Kakak cuma mainin kak Winny? Iya?. Kak, apa kakak dari dulu kurang main? Sampe rela mainin hati cewek?. Kak, hati cewek bukan kayak bola yang seenaknya aja dilempar, ditendang, dimainin. Aku benci kakak!”. Nanda segera pergi meninggalkan Resya yang masih tertunduk menyesal.
Tak sadarkah ia bahwa kini aku juga menderita penyakit parah?.
Tak sadarkah ia bahwa umurku lebih pendek?
Tak sadarkah ia bila sebentar lagi aku akn menjalani pengobatan diluar negri?
Pengobatan tanpa tanpa semangat darinya .
Kak, tunggu Nanda, Nanda bakal datang di pernikahan kakak. Tapi Nanda nggak bakal lama disana, karna Nanda harus ke Singapore . Nanda bakal sembuh demi kakak. Kak, Nanda masih sayang kakak.

BERSAMBUNG..

Rabu, 13 Juli 2016

CERPEN - TERLAMBAT. ~Litu Hayu



 TERLAMBAT.

“Maafin Nanda..!”. Ujar gadis itu sambil tertunduk.
“Nggak papa kok Nan. Nanda baik baik ya disana. Kakak do’ain terus kamu disini.”. Seorang laki laki yang lebih tua darinya meneguhkanya. Menyunggingkan sebuah senyum meyakinkan.
“Tapi.., Nanda takut. Nanda takut kalo Nan..”. Belum habis ia berbicara, Laki laki itu memotongnya.
“Nanda, 4 tahun itu nggak lama kok. Kita sama sama sekolah dulu. Biar kita sama sama sukses”. Potongnya. Lagi lagi senyum simpuh itu. Senyum yang sampai kapanpun akan meneguhkan hatinya. Hati gadis itu.
“Iya kak. Nanda pamit dulu. Assalamu’alaikum”. Gadis itu berlalu dengan senyum terpancar diwajahnya. Niatnya kini, benar benar sudah tak bisa digoyahkan.
“wa’alaikum salam”.

           4 tahun sudah berlalu. Begitu cepat. Tapi terlalu lama bagi gadis dengan nama lengakap Nanda Kamila.2 hari yang lalu ia telah lulus dari kuliahnya. Selama ia kuliah, ia tinggal disebuah pesantren. Banyak hal baru yang ia temui. Banyak teman dari berbagai daerah yang ia kenal. Namun, saat ini ia hanya duduk sebuah bangku kayu di salah satu taman bermain didekat rumahnya sendirian. Ia menunggu seseorang. Seseorang yang selalu membuatnya semangat. Seseorang dengan senyum simpuh yang selalu meneguhkan hatinya. Seseorang yang selama ini hilang tanpa kabar. Seseorang yang ia tunggu selama 4 tahun. Seseorang itu, Resya Sahputera. Yang kini berdiri didepanya dengan tangan membawa dua buah ice cream rasa vanilla blue. Ternyata, laki laki itu masih ingat ice cream kesukaanya. “Udah lama nunggu ya?. Sorry, tadi kedainya rame. Jadi ngantri deh.” Katanya sembari duduk disamping gadis itu dan menyodorkan ice cream vanilla blue kepadanya.
“Waaah, thanks lo udah ditraktir gini. But the way kakak apa kabar?”. Matanya berbinar. Ia terlalu senang dengan kejutan dari Resya.
“Baik. Udah gede ya sekarang?”. Matanya juga berbinar. Takjub melihat Nanda yang kini lebih dewasa. Lebih cantik.
“Yaiyalah kak.. masak kecil terus. Kakak sekarang kerja dimana?”
“Kakak kerja di Rumah Sakit Umum”
“Waah, nggak nyangka udah jadi dokter spesialis THT nih!”
“Alhamdulillah.., Kapan kapan mampir ya!”
“Pasti!”
“Kamu habis ini mau kerja dimana?”
“Aku.. habis ini.. pengen.. keliling dunia. Biar bisa jadi penulis true story.”. Katanya sambil memandang langit.
“Hebat. Emm.. sebenernya, aku ngajakin kamu meet gini ada yang mau aku omongin Nan” Air mukanya berganti sedih.
“Ngomong apa kak?. Ngomong aja.”
“Sebenernya… kakak mau ngasih ini”. Ujarnya sembari mengulurkan sebuah amplop berwarna merah terbungkus plastik. 

BERSAMBUNG...

Senin, 11 Juli 2016

punya temen..



Harapan si Daun Kecil
Keadaaan semakin memanas. Sedikit gambaran betapa tingginya derajat suhu yang tercipta dari terik sang mentari di lingkungan itu. Tak tampak suasana kehidupan disana. Seolah-olah semua organisme yang ada telah lenyap terbakar teriknya mentari. Kalau pun masih ada yang tersisa, pasti mereka sedang mencari cara guna bertahan hidup dari penyiksaan. Benar, penyiksaan berupa panasnya suhu lingkungan yang selalu terjadi setiap kali kalender masehi berganti.

Di sisi lain, pohon-pohon lebat serta semak-semak subur telah menguning. Kehijauan yang semula tercipta sudah tak ada. Hanya menyisakan ranting-ranting pohon yang rapuh yang tak kuat untuk menopang kuatnya hembusan angin yang menerpa.
“Klekk..” Suara patahnya ranting pohon terdengar nyaring. Walaupun itu hanya berupa ranting pohon yang seukuran jari kelingking anak balita. Tampak seekor belalang yang membuat ranting pohon tadi patah. Tanpa memedulikan ranting pohon yang patah, belalang itu terus melompat untuk melanjutkan perjalanannya. Namun tak lama kemudian, Belalang itu berhenti pada salah satu ranting pohon yang cukup kokoh. Di sana tanpa diduga, ia melihat masih ada satu daun kecil bewarna hijau muda dan daun itu masih menempel lengket di ranting pohonnya. Belalang menjadi heran, dalam hati ia bertanya-tanya mengapa daun tersebut bisa bertahan. Kemudian si belalang mengahampiri daun tersebut.

“Permisi daun kecil, apa yang kamu lakukan disini?” Tanya si belalang
“Tentu aku selalu disini, Tuan Belalang. Aku tak seperti engkau yang bisa berpindah tempat dengan sesuka hati.” Jelas si daun tersebut
“Tapi, mengapa engkau tidak ikut ke bawah sana bersama teman-temanmu?” Si belalang bertanya dengan menunjuk ke tanah.
“Kalau hal itu, aku tidak tahu kapan aku akan turun kesana. Semua itu masih rahasia bagiku. Dan yang pasti, aku akan turun juga ke sana menemani mereka.” Lagi-lagi si daun menjelaskan dengan lengkap kepada si belalang. Seketika, Belalang pun terdiam setelah mendengar jawaban dari daun kecil tersebut. Ia mencoba memahami makna yang terkandung dalam pernyataan yang diucapkan daun kecil beberapa detik yang lalu.
Hembusan angin menerpa dengan membawa beribu-ribu kesejukan. Cukup untuk membuat udara disekitarnya menjadi agak dingin. Badan si daun kecil pun seolah-olah bergoyang mengikuti arah hembusan angin. Si belalang masih diam, namun tak lupa menikmati udara sejuk yang tercipta dari terpaan hembusan angin.

“Jadi apa yang kamu lakukan di cuaca panas begini?” Tegur si daun memecah keheningan.
“Aku hanya berjalan-jalan sambil mengamati keadaan lingkungan sekitar sini.” Jawab si belalang yang mulai bisa menemukan rangkaian kata miliknya.
“Bagaimana hasil pengamatanmu, Tuan Belalang?” Tanya si daun dengan bijak.
“Ya.., dapat engkau lihat sendiri disekelilingmu. Tanah berdebu serta retak-retak menghiasi seluruh permukaan di bawah kita. Sementara itu, tiang-tiang yang penuh kehijauan di atasnya, sudah tak lagi kutemui.” Tutur si belalang kepada si daun.
“Sungguh keadaan yang buruk.” Kata si daun
“Terus, kapan semuanya berakhir? Hmmmm…” Tanya belalang sambil menghela nafas panjang.
“Andaikan teman-temanku yang disana masih bergelantungan sepertiku, mungkin penderitaan ini tidak separah ini.” Kata si daun dengan nada sesal. Wajahnya pun tak henti-hentinya menatap ke tanah, tepat ke arah teman-temannya.
“Memang, apa yang terjadi dengan teman-temanmu? Bukankah jika sudah tua mereka pasti akan gugur ke tanah pada akhirnya?” Tanya si belalang yang nampak belum memahami pernyataan si daun.
“Anda benar Tuan, Tapi teman-temanku tak semuanya gugur secara alami. Kebanyakan mereka gugur karena sebatang besi yang bergerigi tajam di seluruh tepiannya. Besi itu yang memotong tiang-tiang kehijauan serta memaksa teman-temanku berguguran lebih cepat.” Jelas si daun dengan nada lembut walaupun dalam hatinya sangat sedih kehilangan teman-temannya.
“Maaf, jika pertanyaanku membuat engkau sedih, wahai daun kecil.” Ucap si belalang.
“Tak apa. Aku harap organisme yang bisa mengendalikan besi mematikan itu suatu saat sadar. Kalau aku beserta teman-temanku juga ingin hidup. Bukan cuma hidup saja, aku juga ingin menjadi penyelamat kehidupan di permukaan bumi ini. Tapi…”
“Tapi apa?” Tanya si belalang
“Tapi yang terpenting adalah mari kita berdo’a kepada Tuhan agar menurunkan berkahnya dari langit.” Ujar si belalang sambil tersenyum penuh akan harapan.
“Maksud engkau hujan?” Tanya si belalang masih belum mengerti.
“Tentu. Hanya hujan berkah paling nikmat dari Tuhan. Semua senang jika hujan turun.” Jelas si daun.
Si belalang tersenyum mendengar perkataan dari si daun. Ia merasa belum pernah bertemu sosok seperti si daun yang begitu memahami akan kehidupan. Si belalang merasa tersentuh hatinya setelah mendengar cerita dari si daun.
“Engkau memang bijak, wahai daun muda. Aku berhutang banyak kepadamu dan juga kepada teman-temanmu” Puji si belalang.
“Sudahlah. Hidup bukan untuk menyuburkan sifat egois. Saling membantu antar sesama makhluk Tuhan yang terpenting.” Terang si daun.
“Semoga apa yang engkau harapkan bisa terwujud.” Kata si belalang.
“Amin.” Ucap si daun.
Setelah cukup lama berbincang-bincang, mereka berdua akhirnya mengakhiri pembicaraan dan berpisah. Si belalang meneruskan perjalannnya, Sementara si daun tetap pada tempatnya, melekat di ranting pohon sambil menikmati hembusan angin.
Beberapa hari kemudian, do’a serta harapan si daun pun di dengar oleh Tuhan. Dari langit yang terselimuti awan hitam kelabu, turunlah hujan yang selama ini diharapkan oleh si daun dan seluruh organisme di lingkungan kering dan tandus tersebut. Dengan begitu kehidupan dan kehijauan di lingkungan itu bisa di mulai kembali. Namun, jika besi-besi bergerigi tajam masih belum bisa dijinakkan akan terasa sia-sia seluruh pengorbanan dan harapan si daun beserta teman-temannya.

hanya tulisan untukmu



Andai boleh ku tau isi hatimu..
Maka izinkan aku sedikit mengintipnya..
Mengintip sebuah nama yang tertera disana..
Melihat seberapa besar rasa yang kau simpan untuknya..
Sayang, kau tak membiarkanku mengintipnya..
Walau bahkan hanya sebuah bayanganku..
Jika itu namaku.. bolehkah aku membalasnya?
Dan jika itu bukan namaku, bolehkah kusebut namamu disetiap penghujung do’aku?
Berharap suatu saat akan ada keajaiban yang tuhan berikan
Keajaiban bagi pemilik cinta bertepuk sebelah tangan ini..
Yang tak kau biarkan tau isi hatimu
Yang hanya bisa merasakan diam
Dan yang selalu berharap namanya terucap dipenghujung do’amu
Tanpa kau sadari.. dirimulah pusat semestaku
Yang tak akan ku biarkan hancur
Kan ku cari seribu cara agar kau tak hancur
Agar kau tetap tersenyum
Meski cara itu hanya untuk membuatku melenyapkan senyumku
Apapun asal kau tak hancur
Asal kau tetap tersenyum 
Dan tak tunjukan wajah sedih itu
Tak tunjukan mata yang membawa jurang kesedihan itu
Yang aku tau, senyummu adalah pelangi duniaku
Apapun untukmu…
Tak banyak yang kumau darimu saat ini..
Yang aku mau..
Izinkan aku menyebut namamu dipenghujung do’aku
Mengharapkan setiap detik waktu luangmu..
Kau gunakan habis untuk memikirkanku
Ku mohon..
Hanya itu pintaku..
Izinkan..
Maka kan kubiarkan nama di hatimu
Menjadi rahasia tuhan yang indah untukku
Semoga..

Karya, Nadya Lituhayu


For my beloved, MAS
I MISS YOU..